Bogor,D’BestNews/ Penting untuk mengupayakan transaksi yang berjalan FCtidak melawan hukum dan mencoba untuk lebih berinovasi dalam menuntaskan suatu perkara yang ditangani.
Menjaga integritas ketika menjalankan tugas profesi sudah seharusnya patut dipegang oleh siapapun. Termasuk dalam hal ini para praktisi hukum, seperti advokat. Integritas seorang advokat dapat dilihat dari bagaimana cara dirinya menyelesaikan perkara kliennya. Apakah mencoba untuk menghalalkan segala cara, seperti melakukan aksi penyuapan atau tetap berpendirian teguh pada nilai kejujuran dan mencari jalan alternatif untuk “memenangkan” perkara?
Co-Founding Partner Yody Tistanto & Partners (YTP), Yody Tistanto,SH, MH, membeberkan pengalamannya mengenai tantangan atau godaan menjaga integritas
“Pernah satu kejadian, kita sudah sampai tahap kesimpulan tapi ditunda-tunda. Karena paniteranya hubungi kita dan bilang bahwa ‘ditunggu sama hakimnya’, terus terang saja saya sampaikan ‘tidak ada’. Putusin ya putusin aja, gak ada. Itu sampai ditunda-tunda sampai 3 bulan, 4 bulan,” ujar Yody Tistanto,SH, MH
Ia menegaskan selama ini Kantor Hukum nya menentang keras praktik suap dalam penyelesaian suatu perkara. Hal lain yang sempat terjadi berkaitan integritas ialah adanya permintaan kepada Kantor Hukum untuk membuat structure advice yang dapat membantu rencana proyek tertentu. Yody menegaskan hal tersebut tidak bisa dilakukan karena melanggar hukum, maka tentu tidak akan dilakukan.
“Untuk itu kita mencoba mencari jalan sehingga suatu transaksi, suatu project bisa berjalan. Tapi jangan sampai melawan hukum, kita harus mengambil posisi seperti itu. Makin lama Yody Tistanto Law Firm itu dikenal, mudah-mudahan ya, sebagai law firm yang punya integritas,” kata dia.
Penting untuk mengupayakan transaksi yang berjalan tidak melawan hukum dan mencoba untuk lebih berinovasi dalam menuntaskan suatu perkara yang ditangani.
Yody menggarisbawahi bahwa keputusan kantor hukumnya untuk bersikap tunduk di hadapan segala hukum yang ada, berbeda dengan terminologi “risk taker”. Menurutnya, risk taker hanya berlaku dalam dunia bisnis, seperti masalah untung atau rugi, dan lain-lain yang dapat diambil keputusannya oleh menajemen perusahaan. Namun jika berkenaan dengan hukum, sudah terang benderang harus diikuti.
“Sebenarnya yang pertama dilakukan bukan hanya law firm saja, tapi semua orang. Jangan melakukan perbuatan yang aneh-aneh (seperti menyuap). Karena kalau menyuap gak perlu sekolah. Ngapain sekolah 4 tahun cuma untuk bisa menyuap? Kita bergaul saja dengan teman-teman, bina hubungan, suap, selesai. Gak perlu mikir, gak perlu sekolah. Pada saat Anda melakukan itu, Anda mengingkari anugerah otak yang diberikan. Gak perlu jadi Sarjana Hukum kalau buat menyuap,” tutupnya.
(Red)